Translate
Senin, 17 Desember 2012
penyimpangan semu hukum mendel
keturunan dengan perbandingan
yang berbeda dengan hukum Mendel. Semisal, dalam suatu persilangan monohibrida
(dominan resesif), secara teori, akan didapatkan perbandingan 3:1, sedangakan
pada dihibrida didapatkan perbandingan, 9:3:3:1. Namun pada kasus tertentu,
hasilnya bisa lain, misal untuk monohibrida bukan 3:1 tapi 1:2:1. Dan pada
dihibrida, mungkin kombinasi yang mucul adalah, 9:6:1 atau 15:1. Munculnya
perbandingan yang tidak sesuai dengan hukum Mendel ini disebut
"Penyimpangan Semu Hukum Mendel", kenapa "Semu", karena
prinsip segregasi bebas tetap berlaku, hal ini disebabkan oleh gen-gen yang membawa
sifat memiliki ciri tertentu. Penyimpangan hukum Mendel dibagi menjadi tiga;
epistasis-hipostasis, kriptomeri, dan polimeri.
Epstasis-Hipostasis
Ketika gandum berkulit hitam disilangkan dengan gandum berkulit kuning, muncul F1 gandum berkulit hitam. Kita dapat menduga bahwa faktor hitam dominan terhadap kuning. Namun pada F2 dihasilkan keturunan dengan perbandingan 12 hitam : 3 kuning : 1 putih. Perbandingan ini berbeda dengan hukum Mendel.
Sebenarnya perbandingan tersebut berasal dari (9+3):3:1. Dari perbandingan ini tampak bahwa persilangan tersebut merupakan persilangan dihibrida. Faktor yang dominan tidak tidak hanya faktor hitam, melainkan juga faktor kuning yang memiliki angka perbandingan 3.
Dengan demikian faktor warna tidak ditentukan oleh satu gen, melainkan oleh dua gen yang lokusnya berbeda. Artinya, gen penentu warna hitam yang dominan berada terpisah dari gen penentu warna kuning yang juga dominan. Tiap-tiap warna memiliki alel tersendiri.
Jika kedua gen yang tidak sealel itu hadir bersama dalam satu individu, maka akan menampilkan fenotipe gen yang menutupi atau menghalangi, yang dikenal sebagai gen epistasis. Jadi, jika faktor hitam dan kuning hadir bersama, fenotipe yang muncul adalah fenotipe hitam. Maka, hitam epistatik terhadap kuning, dan kuning hipostatik terhadap hitam.
Jika di dalam individu hanya ada gen yang ditutup atau dihalangi, maka fenotipe yang muncul adalah fenotipe dari gen yang dihalangi tersebut. Gen ini disebut gen hipostasis. Tak adanya gen dominan dalam pada individu akan memunculkan sifat baru, dalam contoh ini putih.
Kesimpulan mengenai epistasis dan hipostasis adalah sebagai berikut:
Ada dua gen sama-sama dominan dan terletak pada lokus yang berbeda.
Ada gen yang bersifat hipostasis maupun epistasis.
Kehadiran kedua gen dominan tersebut akan memunculkan fenotipe dari gen yang epistasis biasa, dalam contoh diatas hitam.
Kehadiran gen yang hipostasis akan memunculkan fenotipe dari gen hipostasis.
Ketidakhadiran dari kedua gen dominan akan memunculkan fenotipe baru, tidak tampak pada parentalnya.
Contoh:
P : HHkk X hhKK
Gamet : Hk, hK
F1 : HhKk
F1XF1 : HhKk X HhKk
Gamet : HK, Hk, hK, hk
F2 :
Epstasis-Hipostasis
Ketika gandum berkulit hitam disilangkan dengan gandum berkulit kuning, muncul F1 gandum berkulit hitam. Kita dapat menduga bahwa faktor hitam dominan terhadap kuning. Namun pada F2 dihasilkan keturunan dengan perbandingan 12 hitam : 3 kuning : 1 putih. Perbandingan ini berbeda dengan hukum Mendel.
Sebenarnya perbandingan tersebut berasal dari (9+3):3:1. Dari perbandingan ini tampak bahwa persilangan tersebut merupakan persilangan dihibrida. Faktor yang dominan tidak tidak hanya faktor hitam, melainkan juga faktor kuning yang memiliki angka perbandingan 3.
Dengan demikian faktor warna tidak ditentukan oleh satu gen, melainkan oleh dua gen yang lokusnya berbeda. Artinya, gen penentu warna hitam yang dominan berada terpisah dari gen penentu warna kuning yang juga dominan. Tiap-tiap warna memiliki alel tersendiri.
Jika kedua gen yang tidak sealel itu hadir bersama dalam satu individu, maka akan menampilkan fenotipe gen yang menutupi atau menghalangi, yang dikenal sebagai gen epistasis. Jadi, jika faktor hitam dan kuning hadir bersama, fenotipe yang muncul adalah fenotipe hitam. Maka, hitam epistatik terhadap kuning, dan kuning hipostatik terhadap hitam.
Jika di dalam individu hanya ada gen yang ditutup atau dihalangi, maka fenotipe yang muncul adalah fenotipe dari gen yang dihalangi tersebut. Gen ini disebut gen hipostasis. Tak adanya gen dominan dalam pada individu akan memunculkan sifat baru, dalam contoh ini putih.
Kesimpulan mengenai epistasis dan hipostasis adalah sebagai berikut:
Ada dua gen sama-sama dominan dan terletak pada lokus yang berbeda.
Ada gen yang bersifat hipostasis maupun epistasis.
Kehadiran kedua gen dominan tersebut akan memunculkan fenotipe dari gen yang epistasis biasa, dalam contoh diatas hitam.
Kehadiran gen yang hipostasis akan memunculkan fenotipe dari gen hipostasis.
Ketidakhadiran dari kedua gen dominan akan memunculkan fenotipe baru, tidak tampak pada parentalnya.
Contoh:
P : HHkk X hhKK
Gamet : Hk, hK
F1 : HhKk
F1XF1 : HhKk X HhKk
Gamet : HK, Hk, hK, hk
F2 :
Gamet
|
HK
|
Hk
|
hK
|
hk
|
HK
|
HHKK
|
HHKk
|
HhKK
|
HhKk
|
Hk
|
HHKk
|
HHkk
|
HhKk
|
Hhkk
|
hK
|
HhKK
|
HhKk
|
hhKK
|
hhKk
|
Hk
|
HhKk
|
Hhkk
|
hhKk
|
hhkk
|
Penyimpangan semu hukum Mendell
merupakan bentuk persilangan yang menghasilkan rasio fenotif yang berbeda
dengan dasar dihibrid menurut hukum Mendell. Meskipun tampak berbeda sebenarnya
rasio fenotif yang diperoleh merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio
fenotif hukum Mendel semula.
Penyimpangan semu hukum mendel
Menuru hukum mendel, rasio perbandingan fenotop F2
pada persilangan dihirid
adalah 9 : 3 : 3 : 1. Namun, pada beberapa kejadian hasil
perbandingan fenotip F2 tidak
sesuai (menyimpang) dari hukum mendel. Meskipun demikian
angka perbandingan
yang muncul masih berkisar pada angka perbandingkan 9 : 3
: 3 : 1. Contohnya, 15 : 1
atau (9+3+3) :1 dan 12 : 3 :1 atau (9+3) : 3 :1. Kejadian
tersebut dikenal dengan istilah
penyimpangan semu hukum mendel.
struktur lidah
Lidah adalah kumpulan otot rangka
pada bagian lantai mulut
yang dapat membantu pencernaan makanan dengan mengunyah dan menelan. Lidah
dikenal sebagai indera pengecap yang banyak memiliki struktur tunas pengecap. Lidah juga
turut membantu dalam tindakan bicara.Juga membantu membolak balik makanan dalam
mulut ...(Graciella Eunike Satriyo,Sanjose,Bali)
Struktur lainnya yang berhubungan dengan lidah sering disebut lingual, dari bahasa Latin lingua atau glossal dari bahasa Yunani, γλωσσα.
Otot yang paling kuat di tubuh manusia adalah otot lidah.
Struktur lainnya yang berhubungan dengan lidah sering disebut lingual, dari bahasa Latin lingua atau glossal dari bahasa Yunani, γλωσσα.
Otot yang paling kuat di tubuh manusia adalah otot lidah.
Struktur
Sebagian besar, lidah tersusun atas otot rangka
yang terlekat pada tulang
hyoideus, tulang
rahang bawah dan processus
styloideus di tulang
pelipis. Terdapat dua jenis otot pada lidah yaitu otot ekstrinsik dan intrinsik.
Lidah memiliki permukaan yang kasar
karena adanya tonjolan yang disebut papila. Terdapat tiga jenis papila yaitu:
- papila filiformis (fili=benang); berbentuk seperti benang halus;
- papila sirkumvalata (sirkum=bulat); berbentuk bulat, tersusun seperti huruf V di belakang lidah;
- papila fungiformis (fungi=jamur); berbentuk seperti jamur.
Terdapat satu jenis papila yang
tidak terdapat pada manusia, yakni papila folliata pada hewan pengerat.
Tunas
pengecap adalah bagian pengecap yang ada di
pinggir papila, terdiri dari dua sel yaitu sel penyokong dan sel pengecap. Sel
pengecap berfungsi sebagai reseptor, sedangkan sel penyokong berfungsi untuk
menopang<big</
Lidah
putih
Titik-titik atau bagian putih pada
lidah dapat menjadi tanda-tanda beberapa kondisi medis:
- Efek samping dari antibiotik
- Candidiasis
- Debauch
- Dehidrasi
- Leukoplakia
- Keratosis faringis
Namun saat ini banyak peneliti yang
memasukan rasa kelima yaitu gurih atau sedap yang ditamukan pada makanan yang
bayakan protein pada dangaing, ikan dan sebagainya. Rasa-rasa dasar ini dapat
berevolusi sehingga kita dapat merasakan rasa busuk atau berracun dari rasa
pahit dan asam. Rasa manis membantu kita untuk mengenalkan makanan yang
menyehatkan atau kaya kalori, rasa asin diperlukan untuk setiap funsi tubuh,
dan rasa gurih dapat membantu kita mengindentifikasikan makannan yang kaya akan
protein. Ada beberapa orang yang mempunyai “dunia rasa” yang berbeda-beda,
misalnya ada yang menukai pedas, ataupun ada yang tidak. Itu semua dipengaruhi
oleh faktor genetis yang berbeda-beda dan budaya sendiri-sendiri.Para peneliti
telah membuktikan bahwa di Amerika masyarakatnya adalah Supertaster yang
merasakan cabe, jahe sangat pedas sekalih begitu juga dengan gula mereka
meresakan sangat manis sekalih. Berbeda dengan Taster, mereka merasakan cahe
dan cabai biasa saja begitu juga dengan rasa yang lain. Ini disebabkan oleh
jumlah papila yang berbeda.
Penggunaan
lainnya
Selain berfungsi pada mekanisme
pencernaan atau pengucapan, lidah manusia memiliki banyak penggunaan lain.
Lidah berperan pada salah satu bentuk ciuman yang dikenal dengan french
kissing atau ciuman Perancis. Lidah digunakan pula untuk tindakan menjilat
pada manusia dan hewan mamalia.
Lidah dipergunakan pada pria dan
wanita saat melakukan seks oral dan digunakan pada tingkat pemanasan atau foreplay
pada kegiatan bercinta. Oleh karena itu, lidah tak jarang dihubungkan dengan
konotasi erotis dan sensual.
Lidah dapat menjadi tempat untuk
penindikan pada beberapa kebudayaan masyarakat. Tindik lidah sudah ada sejak
masa kuno dan kini semakin meningkat pada kebudayaan Barat terutama pada
kebudayaan remaja.
Lidah sebagai alat pengecap rasa
reproduksi seksual pada vertebrata
Reproduksi seksual
pada vertebrata diawali dengan perkawinan yang diikuti dengan terjadinya
fertilisasi. Fertilisasi tersebut kemudian menghasilkan zigot yang akan
berkembang menjadi embrio.
Fertilisasi pada
vertebrata dapat terjadi secara eksternal atau secara internal.
Fertilisasi
eksternal merupakan penyatuan sperma dan ovum di luar tubuh hewan betina, yakni
berlangsung dalam suatu media cair, misalnya air. Contohnya pada ikan (pisces)
dan amfibi (katak).
Fertilisasi
internal merupakan penyatuan sperma dan ovum yang terjadi di dalam tubuh hewan
betina. Hal ini dapat terjadi karena adanya peristiwa kopulasi, yaitu masuknya
alat kelamin jantan ke dalam alat kelamin betina. Fertilisasi internal terjadi
pada hewan yang hidup di darat (terestrial), misalnya hewan dari kelompok
reptil, aves dan
Mamalia.
Setelah fertilisasi internal, ada tiga cara
perkembangan embrio dan kelahiran keturunannya, yaitu dengan cara ovipar,
vivipar dan ovovivipar.
Ovipar (Bertelur)
Ovipar merupakan
embrio yang berkembang dalam telur dan dilindungi oleh cangkang. Embrio
mendapat makanan dari cadangan makanan yang ada di dalam telur. Telur
dikeluarkan dari tubuh induk betina lalu dierami hingga menetas menjadi anak.
Ovipar terjadi pada burung dan beberapa jenis reptil.
Vivipar (Beranak)
Vivipar merupakan
embrio yang berkembang dan mendapatkan makanan dari dalam uterus (rahim) induk
betina. Setelah anak siap untuk dilahirkan, anak akan dikeluarkan dari vagina
induk betinanya. Contoh hewan vivipar adalah kelompok mamalia (hewan yang menyusui),
misalnya kelinci dan kucing.
Ovovivipar
(Bertelur dan Beranak)
Ovovivipar
merupakan embrio yang berkembang di dalam telur, tetapi telur tersebut masih
tersimpan di dalam tubuh induk betina. Embrio mendapat makanan dari cadangan
makanan yang berada di dalam telur. Setelah cukup umur, telur akan pecah di
dalam tubuh induknya dan anak akan keluar dari vagina induk betinanya. Contoh
hewan ovovivipar adalah kelompok reptil (kadal) dan ikan hiu.
1.Reproduksi Ikan
Ikan merupakan
kelompok hewan ovipar, ikan betina dan ikan jantan tidak memiliki alat kelamin
luar. Ikan betina tidak mengeluarkan telur yang bercangkang, namun mengeluarkan
ovum yang tidak akan berkembang lebih lanjut apabila tidak dibuahi oleh sperma.
Ovum tersebut dikeluarkan dari ovarium melalui oviduk dan dikeluarkan melalui
kloaka. Saat akan bertelur, ikan betina mencari tempat yang rimbun olehtumbuhan
air atau diantara bebatuan di dalam air.
Bersamaan dengan
itu, ikan jantan juga mengeluarkan sperma dar testis yang disalurkan melalui
saluran urogenital (saluran kemih sekaligus saluran sperma) dan keluar melalui
kloaka, sehingga terjadifertilisasi di dalam air (fertilisasi eksternal).
Peristiwa ini terus berlangsung sampai ratusan ovum yang dibuahi melekat pada
tumbuhan air atau pada celah-celah batu.
Telur-telur yang telah dibuahi tampak seperti
bulatan-bulatan kecil berwarna putih. Telur-telur ini akan menetas dalam waktu
24 – 40 jam.
Anak ikan yang baru
menetas akan mendapat makanan pertamanya dari sisa kuning telurnya, yang tampak
seperti gumpalan di dalam perutnya yang masih jernih. Dari sedemikian banyaknya
anak ikan, hanya beberapa saja yang dapat bertahan hidup.
2.Reproduksi Amfibi
(Amphibia)
Kelompok amfibi,
misalnya katak, merupakan jenis hewan ovipar. Katak jantan dan katak betina tidak
memiliki alat kelamin luar. Pembuahan katak terjadi di luar tubuh. Pada saat
kawin, katak jantan dan katak betina akan melakukan ampleksus, yaitu katak
jantan akan menempel pada punggung katak betina dan menekan perut katak betina.
Kemudian katak betina akan mengeluarkan ovum ke dalam air. Setiap ovum yang
dikeluarkan diselaputi oleh selaput telur (membran vitelin). Sebelumnya, ovum
katak yang telah matang dan berjumlah sepasang ditampung oleh suatu corong.
Perjalanan ovum dilanjutkan melalui oviduk.
Dekat pangkal
oviduk pada katak betina dewasa, terdapat saluran yang menggembung yang disebut
kantung telur (uterus). Oviduk katak betina terpisah dengan ureter. Oviduk nya
berkelok-kelok dan bermuara di kloaka.
Segera setelah
katak betina mengeluarkan ovum, katak jantan juga akan menyusul mengeluarkan
sperma. Sperma dihasilkan oleh testis yang berjumlah sepasang dan disalurkan ke
dalam vas deferens. Vas deferens katak jantan bersatu dengan ureter. Dari vas
deferens sperma lalu bermura di kloaka. Setelah terjadi fertilisasi eksternal,
ovum akan diselimuti cairan kental sehingga kelompok telur tersebut berbentuk
gumpalan telur.
Gumpalan telur yang telah dibuahi kemudian
berkembang menjadi berudu. Berudu awal yang keluar dari gumpalan telur bernapas
dengan insang dan melekat pada tumbuhan air dengan alat hisap.
Makanannya berupa
fitoplankton sehingga berudu tahap awal merupakan herbivora. Berudu awal
kemudian berkembang dari herbivora menjadi karnivora atau insektivora (pemakan
serangga). Bersamaan dengan itu mulai terbentuk lubang hidung dan paru-paru,
serta celah-celah insang mulai tertutup. Selanjutnya celah insang digantikan
dengan anggota gerak depan.
Setelah 3 bulan
sejak terjadi fertilisasi, mulailah terjadi metamorfosis. Anggota gerak depan
menjadi sempurna. Anak katak mulai berani mucul ke permukaan air, sehingga
paru-parunya mulai berfungsi. Pada saat itu, anak katak bernapas dengan dua
organ, yaitu insang dan paru-paru. Kelak fungsi insang berkurang dan
menghilang, sedangkan ekor makin memendek hingga akhirnya lenyap. Pada saat
itulah metamorfosis katak selesai.
3.Reproduksi Reptil
(Reptilia)
Kelompok reptil
seperti kadal, ular dan kura-kura merupakan hewan-hewan yang fertilisasinya
terjadi di dalam tubuh (fertilisasi internal). Umumnya reptil bersifat ovipar,
namun ada juga reptil yang bersifat ovovivipar, seperti ular garter dan kadal.
Telur ular garter atau kadal akan menetas di dalam tubuh induk betinanya. Namun
makanannya diperoleh dari cadangan makanan yang ada dalam telur. Reptil betina
menghasilkan ovum di dalam ovarium. Ovum kemudian bergerak di sepanjang oviduk
menuju kloaka. Reptil jantan menghasilkan sperma di dalam testis. Sperma
bergerak di sepanjang saluran yang langsung berhubungan dengan testis, yaitu
epididimis. Dari epididimis sperma bergerak menuju vas deferens dan berakhir di
hemipenis. Hemipenis merupakan dua penis yang dihubungkan oleh satu testis yang
dapat dibolak-balik seperti jari-jari pada sarung tangan karet. Pada saat
kelompok hewan reptil mengadakan kopulasi, hanya satu hemipenis saja yang
dimasukkan ke dalam saluran kelamin betina.
Ovum reptil betina
yang telah dibuahi sperma akan melalui oviduk dan pada saat melalui oviduk,
ovum yang telah dibuahi akan dikelilingi oleh cangkang yang tahan air. Hal ini
akan mengatasi persoalan setelah telur diletakkan dalam lingkungan basah. Pada
kebanyakan jenis reptil, telur ditanam dalam tempat yang hangat dan
ditinggalkan oleh induknya. Dalam telur terdapat persediaan kuning telur yang
berlimpah.
Hewan reptil
seperti kadal, iguana laut, beberapa ular dan kura-kura serta berbagai jenis
buaya melewatkan sebagian besar hidupnya di dalam air. Namun mereka akan
kembali ke daratan ketika meletakkan telurnya.
4.Reproduksi Burung
(Aves)
Kelompok burung merupakan hewan ovipar.
Walaupun kelompok buruk tidak memiliki alat kelamin luar, fertilisasi tetap
terjadi di dalam tubuh. Hal ini dilakukan dengan cara saling menempelkan
kloaka.
Pada burung betina
hanya ada satu ovarium, yaitu ovarium kiri. Ovarium kanan tidak tumbuh sempurna
dan tetap kecil yang disebut rudimenter. Ovarium dilekati oleh suatu corong
penerima ovum yang dilanjutkan oleh oviduk. Ujung oviduk membesar menjadi
uterus yang bermuara pada kloaka. Pada burung jantan terdapat sepasang testis
yang berhimpit dengan ureter dan bermuara di kloaka.
Fertilisasi akan
berlangsung di daerah ujung oviduk pada saat sperma masuk ke dalam oviduk. Ovum
yang telah dibuahi akan bergerak mendekati kloaka. Saat perjalanan menuju
kloaka di daerah oviduk, ovum yang telah dibuahi sperma akan dikelilingi oleh
materi cangkang berupa zat kapur.
Telur dapat menetas
apabila dierami oleh induknya. Suhu tubuh induk akan membantu pertumbuhan
embrio menjadi anak burung. Anak burung menetas dengan memecah kulit telur
dengan menggunakan paruhnya. Anak burung yang baru menetas masih tertutup
matanya dan belum dapat mencari makan sendiri, serta perlu dibesarkan dalam
sarang.
5.Reproduksi
Mamalia (Mammalia)
Semua jenis
mamalia, misalnya sapi, kambing dan marmut merupakan hewan vivipar (kecuali
Platypus). Mamalia jantan dan betina memiliki alat kelamin luar, sehingga
pembuahannya bersifat internal. Sebelum terjadi pembuahan internal, mamalia
jantan mengawini mamalia betina dengan cara memasukkan alat kelamin jantan (penis)
ke dalam liang alat kelamin betina (vagina).
Ovarium menghasilkan ovum yang kemudian
bergerak di sepanjang oviduk menuju uterus. Setelah uterus, terdapat serviks
(liang rahim) yang berakhir pada vagina.
Testis berisi
sperma, berjumlah sepasang dan terletak dalam skrotum. Sperma yang dihasilkan
testis disalurkan melalui vas deferens yang bersatu dengan ureter. Pada pangkal
ureter juga bermuara saluran prostat dari kelenjar prostat. Kelenjar prostat
menghasilkan cairan yang merupakan media tempat hidup sperma.
Sperma yang telah
masuk ke dalam serviks akan bergerak menuju uterus dan oviduk untuk mencari
ovum. Ovum yang telah dibuahi sperma akan membentuk zigot yang selanjutnya akan
menempel pada dinding uterus. Zigot akan berkembang menjadi embrio dan fetus.
Selama proses pertumbuhan dan perkembangan zigot menjadi fetus, zigot
membutuhkan banyak zat makanan dan oksigen yang diperoleh dari uterus induk
dengan perantara plasenta (ari-ari) dan tali pusar.
Langganan:
Postingan (Atom)